Saturday, July 07, 2007

Apa Sebenarnya Murtad Itu?

(Ini Saya tulis pada 2 September 2005)

Mengherankan, ada sebuah klaim tentang jalan yang paling benar menuju Tuhan. Ketika ada pihak lain punya jalannya sendiri, mereka tidak memberi hak hidup pada jalan itu, juga orang-orangnya, termasuk cara mereka menuju jalan itu. Yang lebih mengherankan, semua jalan yang ada menuju Tuhan itu juga menyatakan bahwa mereka mengajarkan kasih sayang, antikekerasan, dan segala ungkapan kemanusiaan yang lain. Akan tetapi pada prakteknya, ada saja di antara mereka yang menyulut kekerasan, penindasan mayoritas terhadap minoritas.
Paradoks itu mesti ditambah lagi dengan kenyataan yang sudah sama kita sering tahu. Ada orang yang rajin beribadah, tapi melakukan korupsi, kolusi, dan hal-hal busuk lain. Sementara ada orang yang mungkin atheis, atau sekurangnya agnostik, tapi malah terlihat dengan jelas melakukan hal-hal yang mempromosikan kasih sayang.
Apakah menjadi religius itu harus berorientasi vertikal atau horizontal ? Penutupan paksa tempat ibadah di Bandung / Jawa Barat dengan dalih bahwa telah terjadi pemurtadan agar terjadi perpindahan agama sungguh sangat disesalkan. Kalau kita telusuri hingga ke akar masalahnya paling dalam, apakah sebuah komunitas religius berhak melakukan intervensi kepada sebuah subyektifitas ? Pada sebuah milis bahkan dikatakan bahwa untuk murtad adalah sebuah hak bagi manusia, yang penting dengan apa yang dilakukannya itu ia telah berusaha menjadi manusia yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Itu adalah suatu hal yang tentu akan membuat telinga orang biasa menjadi merah. Entah apa arti murtad atau pemurtadan sebenarnya, apakah selalu orientasinya negatif, atau apakah akar katanya malah punya konotasi yang sebenarnya netral saja.
Ketika sesuatu telah menjadi lembaga, adalah masuk akal kalau lalu ada langkah-langkah untuk menegaskan eksistensinya di antara yang lain. Untuk itu maka identitas dibentuk dan sadar atau tidak sadar para pendukung atau supporternya akan membuat langkah-langkah yang tidak akan membiarkan pelecehan terhadap identitas itu dengan cara apapun. Iya tapi itu kalau masalahnya berkenaan dengan hal-hal duniawi. Sungguh mencemaskan bahwa untuk hal-hal yang religius hal semacam itu terhadi. Telah terjadi obyektifikasi terhadap hal-hal yang subyektif.
Dan untuk itu, kita bisa memahami bahwa kata murtad adalah sesuatu yang harus punya konotasi jelek.